JILBAB BUKAN KEWAJIBAN TETAPI PILIHAN
Jika ada orang atau seorang ulama yang mengkritisi jilbab dengan keilmuan tinggi, bukan anti jilbab tetapi memberi pencerahan dan mengkritisi lalu berkata bahwa jilbab bukan kewajiban tetapi pilihan, maka orang atau ulama ini akan dihujat habis-habisan, akan dicaci maki, akan disumpah seranah, lalu dibilang: liberal, sesat, murtad, penista agama dan kafir.
Kenapa perbedaan pendapat tidak bisa disikapi dengan kedewasaan berfikir ?
Kenapa perbedaan pendapat tidak bisa disikapi dengan saling menghargai dan saling menghormati ?
Dan teryata tidak bisa, tidak pernah bisa.
Kenapa tidak pernah berhenti akan pemaksaan pendapat dan pemaksaan kehendak ?
Kenapa tidak kita serahkan pilihan itu kepada perempuan sendiri dan kita hormati: "Yang mau pakai jilbab silahkan dan yang tidak mau pakai jilbab juga silahkan, dan tidak perlu diancam-ancam dengan dosa dan neraka".
Yang beragumen jilbab wajib dan jilbab tidak wajib sama-sama dengan dalil Al Qur'an dan hadist, beda penafsiran, beda paham. Dan faktanya sepanjang sejarah:
- Kaum tekstual vs. kaum kontekstual.
- Kaum konservatif vs. kaum rasional.
- Kaum yang tidak boleh menggunakan akal dalam memahami agama vs. kaum akal sehat.
- Tidak peduli, buta dan menolak sejarah.
- Beda paham tidak bisa saling menghargai, tidak bisa saling menghormati.
Maju mundurnya sebuah bangsa sangat ditentukan oleh pendidikan yang baik dan benar, pendidikan yang sangat bermutu oleh guru-guru yang bermutu, tetapi ada (tidak digeneralisasi) sekolah negeri yang mungkin tidak mementingkan mutu pendidikan tetapi yang dipentingkannya adalah para siswi harus wajib pakai jilbab dan siswi yang menolak akan dibully dan diintimidasi (tidak digeneralisasi), dan ini bisa sangat berbahaya karena jika jiwanya tidak bisa menerima karena dipaksa untuk sekolah wajib berjilbab maka anak ini bisa depresi (traumatis). Jika ditanya sekolah ini akan ngeles dan berkata: "Kami tidak mewajiban tetapi hanya memberi saran secara lisan untuk pakai jilbab". Apa bedanyanya perkataan tersebut, sama saja, murid-murid menjadi takut lalu terpaksa dan terjadilah pemaksaan. Kenapa tidak diberi saja kebebasan, diberi saja pilihan, yang mau pakai jilbab silahkan dan yang tidak mau pakai jilbab juga silahkan, tanpa ada bullying dan intimidasi.
Mutu pendidikan dinegara kita Indonesia ini jauh tertinggal:
- Di Asia Tenggara saja peringkat pendidikan Indonesia nomor 4, kalah sama Singapore, Malaysia dan Thailand.
- Survei negara tercerdas di dunia 2022, penelitian terhadap 203 negara di dunia untuk mengukur tingkat kecerdasan penduduk di masing-masing negara dan Indonesia menduduki peringkat 132.
- 20 negara dengan sistem pendidikan terbaik di dunia dan Indonesia tidak termasuk.
- Survei 61 negara yang masyarakatnya paling malas membaca dan Indonesia di peringkat 60.
- Uji kompetensi guru di Indonesia masih berada ditingkat yang sangat rendah, jika dilihat dari Uji Kompetensi Guru (UKG) nilai yang diperoleh rata-rata masih di bawah 5.
Pertanyaannya: Kenapa guru tidak memperbaiki kualitas dan mutu mendidik?
Kenapa justru yang diprioritaskan adalah jilbab dan akhirnya terjadilah pemaksaan?
Jika ada murid/siswa/siswi yang kritis lalu bertanya kepada gurunya :
- Adakah ayat Al Qur'an yang menyatakan bahwa rambut perempuan itu aurat? Jika tidak ada, kenapa perkataan itu ada?
- Adakah perkataan wajib? Apakah semua perintah Allah dalam Al Qur'an itu semuanya wajib?
- Bukankah Asbabun Nuzul ayat itu tentang perbedaan kasta antara budak dan wanita merdeka?
- Bukankah Allah itu Maha Adil dan Maha Bijaksana? Maha Pengasih dan Penyayang? Lalu benarkah jika rambut kepala tidak ditutupi akan masuk neraka?
Apakah yang akan dijawab gurunya? Secara jujur atau akan marah?
Jangan pernah terjadi pemaksaan paham dan pemaksaan kehendak, karena akan menimbulkan kebencian dan bisa menimbulkan benci kepada agamanya sendiri.
Yang terbaik itu beri kebebasan kepada perempuan/siswi menentukan pilihannya sendiri:
- Yang berpaham: Jilbab bukan kewajiban tetapi pilihan, kita hargai dan hormati.
- Yang berpaham: Jilbab itu bukan pilihan tetapi kewajiban, kita hargai dan hormati.
Tetapi jangan sampai terjadi pemaksaan paham dan pemaksaan kehendak dari gurunya, ustadznya atau siapapun.
Bisakah? Faktanya dari dulu sampai sekarang tidak pernah bisa.
Bisa jadi semua itu sudah berlebih-lebihan dan Allah tidak suka hal-hal yang berlebihan.