mouthporn.net
#radikalisme – @chillinaris on Tumblr
Avatar

c h i l l i n a r i s

@chillinaris / chillinaris.tumblr.com

Give life a meaning
Avatar
Jalaluddin Rumi pernah mengatakan, ‘’Sangat tidak gampang untuk menjelaskan hakikat kehidupan kepada khalayak awam, karena tingkat pengetahuan mereka belum memadai.’’

-----------------------------------------

AHMAD DHANI MEMANG YAHUDI, TETAPI BUKAN ZIONIS. BENARANKAH?!

Ave Neohistorian!

Dhani Ahmad Prasetyo alias Ahmad Dhani, memiliki darah Yahudi dari garis keturunan ibunya. Kakeknya adalah Jan Pieter Friederich Kohler, seorang Yahudi-Jerman, yang merupakan ayah ibunda Dhani, Joyce Theresia Pamela Kohler.

“Mata Ilahi” (Eye of Providence), atau piramida terpancung dengan mata satu diatasnya, merupakan simbol Kristen yang kerap diidentikkan dengan organisasi Freemasonry dan Iluminati. Simbol tersebut terlihat sekilas dalam karya-karya Dewa-19. Begitu juga Piramida terpenggal ditampilkan pada cover album “Dewa-19” (1992), dan Mata Satu terlihat pada cover album “Cintailah Cinta” (2002).

Dalam video klip “Satu” (2004), pada durasi 1:43, terlihat seseorang dengan “Piramida mata satu” diatas telapak tangannya. Dalam beberapa kali konser, Dhani kadang kedapatan menggunakan kalung “bintang daud” yang merupakan simbol Yahudi.

Meski tersirat unsur-unsur Yahudi didalam karya-karyanya, Dhani ternyata gerah dengan tuduhan “Antek Yahudi” dari para haters. Ia menegaskan dirinya bukanlah Zionis dan tak pernah mengkampanyekan Yahudi, apalagi berurusan dengan perpolitikan Israel. Baginya, simbol-simbol tersebut hanyalah ekspresi seni belaka. Meski masih keturunan Yahudi, Ahmad Dhani adalah seorang muslim, dan unsur tasawuf kerap tersirat didalam karya-karyanya bahkan nama anak-anaknya.

Pada Maret 2011, Ahmad Dhani turut menjadi target terror bom buku karena dianggap sebagai figur Yahudi. Bom disertakan dalam buku berjudul “Yahudi Militan”, yang mana Dhani dijadikan model sampulnya. Beruntung, Dhani selamat dari rencana pembunuhan tersebut. Dhani kemudian melaporkan dua orang penulis buku, yang menurutnya telah menggiring opini berbahaya seolah-olah dirinya antek Yahudi.

Setelah menanggalkan unsur-unsur Yahudi dalam karya-karyanya, pada Tahun 2014, Media “Times of Israel” mengecam kostum Dhani dalam video klip untuk kampanye capres Prabowo Subianto yang mana dianggap mirip seragam pejabat elite partai Sosialis Nasional Jerman.

Penulis: Jonathan Tsai

Editor: Hanafi Wibowo

Referensi:

Tonnedy, E. (2016). Pemaknaan Islam Dan Yahudi Dalam Video Klip "Satu" Dewa 19. Skripsi Fak. Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Jakarta, 2016
Avatar

Dia dibunuh setelah diduga berdebat dengan seorang mullah yang secara salah menuduhnya membakar Quran. Sambil berdebat, dia berkata:

"Saya seorang Muslim, dan Muslim tidak membakar Quran!"

Massa menyeret Farkhunda ke jalan dan memukulinya dengan kejam dan menginjaknya.

Dia dipukul dengan tongkat dan batu di luar masjid, kemudian ditempatkan di jalan dan ditabrak dengan mobil, menyeret tubuhnya sejauh 300 kaki. Polisi tidak memberikan perlawanan, dan mengarahkan lalu lintas di sekitar lokasi kejadian.

Avatar
“Solusi atas berbagai problematika yang sedang kita hadapi bukanlah khilafah. Tetapi meneguhkan kembali Pancasila dan menggerakkan semangat gotong royong dan kebhinnekaan yang sudah sesuai dengan jiwa Taawun dan Tasamuh dalam Islam,” ujar Gus Imam.

Lihat postingan ini… "Khilafah Bukan Solusi Problem Kebangsaan, tapi Desepsi, Delusi, Destabilisasi, dan Degradasi".

Avatar

PENDAKWAH AGAMA yang baik adalah pendakwah yang menganjurkan umat untuk menjauhkan agama dari kesan kekerasan dan kebencian. Karena kedamaian adalah daya tarik agama yang sebenarnya. Tidak ada agama yang menganjurkan kekerasan.

Agama-agama diturunkan oleh Tuhan agar bisa menjadi bejana bagi manusia untuk menciptakan kedamaian dan menghargai kemanusiaan.

Jika Ustadz Abdul Somad menganggap Jihad Intihadiyah sebagai Jihad Istisyhadiyah dalam membela Islam, SILAHKAN ANDA MELAKUKANNYA LEBIH DULU, BUKANNYA SIBUK DENGAN MENAIKI MOTOR BESAR.

* Adalah sebuah pesan Islah Bahrawi untuk seluruh ustadz terutama yang suka bikin fatwa yang memancing umat untuk membinasakan diri, keluarga, dan massa atau orang Iain.

RENUNGKAN JIKA KALIAN MEMANG PEDULI PADA UMAT DAN CINTA ISLAM.

Buat UAS. Hentikan membuat fatwa-fatwa omong kosong yang memancing orang membinasakan orang lain. Pancinglah dirimu sendiri dahulu sebagai pembuktian teladan bom bunuh diri. Bisa? Jadilah yang pertama masuk surga dan menikmati bidadari, jangan berlagak laiknya ustadz magang yang tanggung dalam memfatwa.

BUKAN NABI, BUKAN WALI ALLAH. Masih percaya 100% sama UAS Abdul Somad? Lihatlah cermin berantakan keluarga harmonisnya, istrinya dicerai, menikah lagi dengan ABG 19 tahun, di usianya yang 44 tahun. So mad. 🏅

Orang, umat, jamaahnya disuruh-suruh paksa mati konyol (syahid fatwanya) ... Tapi dia sendiri enggan dengan lebih memilih menikmati pergantian tahun, eh.. istri baru. Menaiki istri baru eh'.. mobil mewah baru? Nambah moge baru? Nambah rumah baru?

So mad, so good? Ini BARU.

Avatar

Lihat postingan ini… "Super S2: Gus Dur".

"Gus Dur cerdas, penuh potensi, tapi melalui proses panjang, tidak langsung seperti itu. Gus Dur mendapat pendidikan tepat, meski saya tidak tahu lulus apa tidak. Tapi Gus Dur itu bibit unggul, yang tumbuh di lahan subur. Lahan subur itu NU dan keluarga."
Avatar

BEBERAPA waktu lalu Kabupaten Cianjur diguncang gempa dahsyat. Ratusan rumah dan bangunan hancur dan ratusan jiwa melayang. Musibah itu adalah sebuah kejadian alam (natural hazard) yang menimpa manusia, gempa tentu mempunyai konstruksi makna yang beragam.

Di tengah kesedihan mendalam para korban, kelompok radikal mempolitisasi bencana dalam makna yang sesuai tujuan mereka. Bencana dimaknai sebagai balasan terhadap negeri yang tidak menerapkan khilafah.

Menanggapi adanya narasi tersebut, Pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) Lirboyo Kediri, KH Abdullah Kafabihi Mahrus mengatakan, apa yang dinarasikan kelompok radikal bahwa bencana yang melanda negeri ini karena bangsa ini tidak menerapkan sistem khilafah adalah sesuatu yang menyesatkan.

Avatar
JILBAB BUKAN KEWAJIBAN TETAPI PILIHAN

Jika ada orang atau seorang ulama yang mengkritisi jilbab dengan keilmuan tinggi, bukan anti jilbab tetapi memberi pencerahan dan mengkritisi lalu berkata bahwa jilbab bukan kewajiban tetapi pilihan, maka orang atau ulama ini akan dihujat habis-habisan, akan dicaci maki, akan disumpah seranah, lalu dibilang: liberal, sesat, murtad, penista agama dan kafir.

Kenapa perbedaan pendapat tidak bisa disikapi dengan kedewasaan berfikir ?

Kenapa perbedaan pendapat tidak bisa disikapi dengan saling menghargai dan saling menghormati ?

Dan teryata tidak bisa, tidak pernah bisa.

Kenapa tidak pernah berhenti akan pemaksaan pendapat dan pemaksaan kehendak ?

Kenapa tidak kita serahkan pilihan itu kepada perempuan sendiri dan kita hormati: "Yang mau pakai jilbab silahkan dan yang tidak mau pakai jilbab juga silahkan, dan tidak perlu diancam-ancam dengan dosa dan neraka".

Yang beragumen jilbab wajib dan jilbab tidak wajib sama-sama dengan dalil Al Qur'an dan hadist, beda penafsiran, beda paham. Dan faktanya sepanjang sejarah:

- Kaum tekstual vs. kaum kontekstual.

- Kaum konservatif vs. kaum rasional.

- Kaum yang tidak boleh menggunakan akal dalam memahami agama vs. kaum akal sehat.

- Tidak peduli, buta dan menolak sejarah.

- Beda paham tidak bisa saling menghargai, tidak bisa saling menghormati.

Maju mundurnya sebuah bangsa sangat ditentukan oleh pendidikan yang baik dan benar, pendidikan yang sangat bermutu oleh guru-guru yang bermutu, tetapi ada (tidak digeneralisasi) sekolah negeri yang mungkin tidak mementingkan mutu pendidikan tetapi yang dipentingkannya adalah para siswi harus wajib pakai jilbab dan siswi yang menolak akan dibully dan diintimidasi (tidak digeneralisasi), dan ini bisa sangat berbahaya karena jika jiwanya tidak bisa menerima karena dipaksa untuk sekolah wajib berjilbab maka anak ini bisa depresi (traumatis). Jika ditanya sekolah ini akan ngeles dan berkata: "Kami tidak mewajiban tetapi hanya memberi saran secara lisan untuk pakai jilbab". Apa bedanyanya perkataan tersebut, sama saja, murid-murid menjadi takut lalu terpaksa dan terjadilah pemaksaan. Kenapa tidak diberi saja kebebasan, diberi saja pilihan, yang mau pakai jilbab silahkan dan yang tidak mau pakai jilbab juga silahkan, tanpa ada bullying dan intimidasi.

Mutu pendidikan dinegara kita Indonesia ini jauh tertinggal:

- Di Asia Tenggara saja peringkat pendidikan Indonesia nomor 4, kalah sama Singapore, Malaysia dan Thailand.

- Survei negara tercerdas di dunia 2022, penelitian terhadap 203 negara di dunia untuk mengukur tingkat kecerdasan penduduk di masing-masing negara dan Indonesia menduduki peringkat 132.

- 20 negara dengan sistem pendidikan terbaik di dunia dan Indonesia tidak termasuk.

- Survei 61 negara yang masyarakatnya paling malas membaca dan Indonesia di peringkat 60.

- Uji kompetensi guru di Indonesia masih berada ditingkat yang sangat rendah, jika dilihat dari Uji Kompetensi Guru (UKG) nilai yang diperoleh rata-rata masih di bawah 5.

Pertanyaannya: Kenapa guru tidak memperbaiki kualitas dan mutu mendidik?

Kenapa justru yang diprioritaskan adalah jilbab dan akhirnya terjadilah pemaksaan?

Jika ada murid/siswa/siswi yang kritis lalu bertanya kepada gurunya :

- Adakah ayat Al Qur'an yang menyatakan bahwa rambut perempuan itu aurat? Jika tidak ada, kenapa perkataan itu ada?

- Adakah perkataan wajib? Apakah semua perintah Allah dalam Al Qur'an itu semuanya wajib?

- Bukankah Asbabun Nuzul ayat itu tentang perbedaan kasta antara budak dan wanita merdeka?

- Bukankah Allah itu Maha Adil dan Maha Bijaksana? Maha Pengasih dan Penyayang? Lalu benarkah jika rambut kepala tidak ditutupi akan masuk neraka?

Apakah yang akan dijawab gurunya? Secara jujur atau akan marah?

Jangan pernah terjadi pemaksaan paham dan pemaksaan kehendak, karena akan menimbulkan kebencian dan bisa menimbulkan benci kepada agamanya sendiri.

Yang terbaik itu beri kebebasan kepada perempuan/siswi menentukan pilihannya sendiri:

- Yang berpaham: Jilbab bukan kewajiban tetapi pilihan, kita hargai dan hormati.

- Yang berpaham: Jilbab itu bukan pilihan tetapi kewajiban, kita hargai dan hormati.

Tetapi jangan sampai terjadi pemaksaan paham dan pemaksaan kehendak dari gurunya, ustadznya atau siapapun.

Bisakah? Faktanya dari dulu sampai sekarang tidak pernah bisa.

Bisa jadi semua itu sudah berlebih-lebihan dan Allah tidak suka hal-hal yang berlebihan.

(KH. Quraish Shihab)

Avatar

ABU BAKAR BA'ASYIR KINI AKUI PANCASILA: DASARNYA TAUHID

Mantan napi terorisme, Abu Bakar Ba'asyir sudah mengakui Pancasila sebagai dasar negara. Menurutnya, dasar dari Pancasila adalah tauhid atau ketuhanan seperti tertuang dalam sila pertama.

Hal itu terungkap usai video yang menampilkan Abu Bakar Ba'asyir sedang memberikan ceramah beredar di media sosial.

"Indonesia berdasar Pancasila kenapa disetujui ulama? Karena dasarnya tauhid, Ketuhanan Yang Maha Esa," kata Ba'asyir dalam video yang dilihat CNNIndonesia.com, Selasa (2/8).

Ia pun mengakui bahwa pemahaman ini merupakan hal baru baginya. Sebab dulu Ba'asyir menganggap percaya pada Pancasila sebagai sesuatu yang syirik.

"Ini juga pengertian saya terakhir, dulu-dulunya saya bilang Pancasila itu syirik, tapi setelah saya pelajari berikutnya, ndak mungkin ulama menyetujui dasar negara syirik itu ndak mungkin," kata dia.

Lebih jauh, Ba'asyir menyebut para ulama pada dasarnya memiliki niat ikhlas. Termasuk dalam memikirkan dasar negara Pancasila.

Putra Ustaz Abu Bakar Ba'asyir, Abdul Rochim Ba'asyir membenarkan video tersebut. Menurutnya, video itu diambil sekitar tiga bulan lalu.

Iim, sapaan Abdul Rochim, menyebut ayahnya telah menerima dan mengakui Pancasila sejak lama. Ia bahkan menyangkal jika Ba'asyir setuju Pancasila dianggap sebagai anti-Islam.

"Soal bahwa Pancasila ditarik dengan anti-Islam, beliau menolak sejak dulu. Masalahnya ada pihak tertentu yang menarik Pancasila dengan pemahaman yang dibenturkan dengan Islam," kata Iim.

Menurutnya, Pancasila yang dipercaya Abu Bakar Ba'asyir selama ini justru sesuai dengan para pendiri bangsa. Iim menyebut Ponpes Al-Mukmin milik keluarganya pun mengajarkan Pendidikan Kewarganegaraan kepada para santri.

"Ngruki juga mengajarkan hal yang sama. Kita pahamkan dasar negara, ada PKn (Pendidikan Kewarganegaraan). Kita sesuai pemahaman asli dengan referensi sejarah," katanya. (cfd/bmw)

*) Abu Bakar Ba'asyir Kini Akui Pancasila: Dasarnya Tauhid Selasa, 02 Agu 2022 19:28 WIB, Jakarta, CNN Indonesia. is.gd/w6s7fW

Avatar
Ketika Agama Kehilangan Tuhan

Oleh: Gus Mus

Dulu agama menghancurkan berhala. Kini agama jadi berhala. Tak kenal Tuhannya, yang penting agamanya.

Dulu orang berhenti membunuh sebab agama. Sekarang orang saling membunuh karena agama.

Dulu orang saling mengasihi karena beragama. Kini orang saling membenci karena beragama.

Agama tak pernah berubah ajarannya dari dulu,Tuhannya pun tak pernah berubah dari dulu. Lalu yang berubah apanya? Manusianya?

Dulu orang belajar agama sebagai modal, untuk mempelajari ilmu lainnya. Sekarang orang malas belajar ilmu lainnya, maunya belajar agama saja.

Dulu pemimpin agama dipilih berdasarkan kepintarannya, yang paling cerdas di antara orang-orang lainnya. Sekarang orang yang paling dungu yang tidak bisa bersaing dengan orang-orang lainnya, dikirim untuk belajar jadi pemimpin agama.

Dulu para siswa diajarkan untuk harus belajar giat dan berdoa untuk bisa menempuh ujian. Sekarang siswa malas belajar, tapi sesaat sebelum ujian berdoa paling kencang, karena diajarkan pemimpin agamanya untuk berdoa supaya lulus.

Dulu agama mempererat hubungan manusia dengan Tuhan. Sekarang manusia jauh dari Tuhan karena terlalu sibuk dengan urusan-urusan agama.

Dulu agama ditempuh untuk mencari Wajah Tuhan. Sekarang agama ditempuh untuk cari muka di hadapan Tuhan.

Esensi beragama telah dilupakan. Agama kini hanya komoditi yang menguntungkan pelaku bisnis berbasis agama, karena semua yang berbau agama telah didewa-dewakan, takkan pernah dianggap salah, tak pernah ditolak, dan jadi keperluan pokok melebihi sandang, pangan, papan.

Agama jadi hobi, tren, dan bahkan pelarian karena tak tahu lagi mesti mengerjakan apa.

Agama kini diper-Tuhankan, sedang Tuhan itu sendiri dikesampingkan. Agama dulu memuja Tuhan. Agama kini menghujat Tuhan. Nama Tuhan dijual, diperdagangkan, dijaminkan, dijadikan murahan, oleh orang-orang yang merusak, membunuh, sambil meneriakkan nama Tuhan.

Tuhan mana yang mengajarkan tuk membunuh?

Tuhan mana yang mengajarkan tuk membenci?

Tapi manusia membunuh, membenci, mengintimidasi, merusak, sambil dengan bangga meneriakkan nama Tuhan, berpikir bahwa Tuhan sedang disenangkan ketika ia menumpahkan darah manusia lainnya.

Agama dijadikan senjata untuk menghabisi manusia lainnya. Dan tanpa disadari manusia sdg merusak reputasi Tuhan, dan sdg mengubur Tuhan dalam-dalam di balik gundukan ayat-ayat dan aturan agama. Ahmad Mustofa Bisri

*) Reposting HariMerdekaDrecpecs

Avatar
K A F I R

Kafir (dalam bahasa Inggris diterjemahkan "infidel") adalah kata yang penuh dengan relativitas ukur. Kata "kafir" seringkali disematkan kepada pihak yang berbeda dan menolak untuk diajak sama. Kata ini sangat totaliter yang gemar dilekatkan kepada identitas yang tidak jinak. "Kafir" juga sulit diperdebatkan secara etimologis, karena ia bisa sangat lentur tergantung dari wilayah pandangnya. Kata "Kafir" tidak hanya berlaku bagi yang berbeda keyakinan, tapi juga sering terjadi dalam kesamaan iman.

Semua agama memiliki idiom "Kafir" dan kata ini juga tidak bisa lepas dari label yang tertuju kepada yang "sulit dikendalikan". Seperti halnya konspirasi pembunuhan oleh Uskup Agung Francesco Salviati terhadap Gioliano de' Medici di St. Peter's Basilica dalam "Conspirazione dei Pazzi". Bahkan dalam sejarah Islam, Sayyidina Utsman dan Ali dibunuh secara keji oleh mereka yang mempunyai keimanan yang sama setelah sebelumnya terjadi proses pengkafiran. Kata "kafir" hingga hari ini adalah takar-takar yang secara historis tak pernah mengenal kebakuan kategori.

"Manusia adalah binatang, seperti halnya Simpanse", kata Dale Peterson dalam buku epiknya, "Demonic Males". Penuh satir dia menulis; human attack and kill others for no reason except that they are not "one of us". Kata "Kafir" dalam genealogi sejarah seolah hanya alat manusia untuk menyekat dengan manusia lainnya karena alasan; "mereka bukan kita".

Kata "Kafir" memang dimiliki oleh semua agama, tapi bagaimanapun "mengkafir-kafirkan" tetaplah perbuatan manusia. Atas nama Tuhan manusia memang tidak akan pernah berhenti saling menuding "kafir" satu sama lain hingga kelak tiba hari Kiamat. Ini watak dasar manusia yang frontal dan segregasional. Karenanya Tabrizi pernah berteriak di Damaskus: "membajak nama Tuhan untuk menghakimi orang lain adalah perilaku manusia-manusia gelisah, yakni orang-orang yang tidak mampu menemukan kasih sayang Tuhan, lalu menciptakan Tuhan dalam dirinya sendiri".

Happy Monday everyone.

🔎 https://www.instagram.com/p/Cd4ZfvvpoXC/?igshid=YmMyMTA2M2Y=.

Avatar

Melawan Politisasi Agama yang Menjadi Embrio Ekstremisme Kekerasan

Ekstremisme kekerasan (violent extremism) yang menjadi basis gerakan terorisme tidak muncul begitu saja. Salah satu faktor utama pemicu munculnya ekstremisme kekerasan berbasis agama itu ialah adanya distorsi dan manipulasi ajaran, doktrin, dan simbol agama. Dalam konteks Indonesia, wujud paling vulgar dari manipulasi dan distorsi agama itu ialah politisasi agama.

Jika diilustrasikan, ekstremisme kekerasan ialah buah dari pohon besar bernama radikalisme yang kokoh berdiri karena ditopang akar bernama konservatisme. Konservatisme sebagai akar radikalisme ini memiliki banyak ciri. Mulai dari anti-Pancasila dan NKRI, berideologi takfiri, berkarakter intoleran, serta gemar melakukan kekerasan.

Jika diamati, praktik politisasi agama di Indonesia selama ini disokong oleh dua kekuatan. Pertama, para politisi berhaluan ultra-konservatif yang menjadikan agama sebagai komoditas politik dan alat kampanye untuk mempengaruhi publik. Kedua, kelompok radikal yang menggunakan isu dan sentimen keagamaan untuk menggoyang pemerintaha yang sah. Dalam praktiknya di lapangan kedua kelompok ini saling bekerjasama dan terjadi semacam simbiosis mutualistik.

Di satu sisi, para politisi berhaluan ultra-konservatif kerap mendekat dan berafiliasi dengan gerakan-gerakan radikal yang dibalut dengan jargon-jargon populis seperti bela agama, bela ulama, bela umat dan sebagainya. Di sisi lain, gerakan-gerakan radikal banyak mendapatkan sokongan finansial dari para politisi konservatif yang haus kekuasaan.

Jejaring, kelindan, dan simbiosis antara kelompok radikal dan politisi konservatif ini telah melahirkan sejumlah residu persoalan. Mulai dari lunturnya sakralitas agama lantaran ditarik ke dalam ranah politik praktis yang identik dengan intrik, konspirasi, dan hal-hal “kotor” lainnya. Rusaknya sistem demokrasi lantaran tergerus oleh sentimen politisasi identitas. Sampai munculnya polarisasi sosial-politik yang potensial melahirkan perpecahan dan konflik dalam skala luas.

Tiga Strategi Mencegah Politisasi Agama

Mencegah ekstremisme kekerasan berbasis agama mustahil dilakukan tanpa terlebih dahulu menganulir politisasi agama. Tersebab, politisasi agama merupakan embrio ekstremisme kekerasan tersebut. Dalam bukunya Islam Tanpa Sektarianisme, Azyumardi Azra, politisasi agama dapat dicegah dengan melakukan rekonsiliasi internal dalam agama itu sendiri. Meliputi rekonsiliasi mazhab, aliran, golongan, organisasi dan faksi-faksi dalam internal agama (Islam). Azra berpendapat bahwa rekonsiliasi internal agama dapat menutup celah bagi masuknya anasir atau entitas yang ingin mengadu-domba dan memprovokasi umat beragama dengan motif politik.

Sedangkan menurut K. H. Machrus Ali, pengurus Ponpes Hidayatul Mubtadi’ien Pasuruan, politisasi agama bisa dicegah dengan mempererat jalinan antara pemimpin (umara),tokoh agama (ulama’) dan masyarakat (ummat). Pendapat Kiai Machrus ini relevan mengingat gerakan politisasi agama salah satunya mewujud pada upaya mengadu-domba pemimpin, tokoh agama dan masyarakat. Kaum radikal dan para politisi konservatif senantiasa menyerang pemerintah dengan berbagai isu keagamaan, seperti kriminalisasi ulama, rezim anti-Islam sampai Islamofobia.

Manuver itu dilakukan demi meruntuhkan kepercayaan publik pada pemimpinnya sendiri. Lemahnya legitimasi pemerintah di hadapan rakyatnya itulah yang akan menjadi celah bagi bangkitnya kekuatan radikal-ekstrem-teroris. Maka, mempererat jalinan ulama, umara, dan ummat sebagaimana disampaikan Kiai Machrus kiranya merupakan langkah tepat mencegah politisasi agama.

Terakhir, mengutip sosiolog Anthony Giddens dalam bukunya The Third Way, mencegah politisasi agama yang mengarah pada ekstremisme kekerasan dapat dicegah melalui pendekatan lunak (soft-approach). Yaitu dengan mengajak kelompok konservatif-radikal untuk berdialog. Menurut Giddens, pendekatan kekerasan dalam menghadapi kaum konservatif-radikal hanya akan melahirkan lingkaran kekerasan baru yang sukar diputus.

Dalam konteks ini, Giddens menawarkan satu konsep yang disebut “monopoli”. Monopoli yang dimaksud adalah, pemerintah perlu memperoleh informasi yang mendalam tentang bagaimana suatu kelompok radikal bekerja, kemudian mendapatkan akses infiltrasi sehingga pemerintah tidak hanya bisa memantau, tetapi juga menindak atau bahkan mengendalikan, jika terlihat ada indikasi yang berpotensi membahayakan negara atau masyarakat.

Melawan politisasi agama jelas bukan perkara mudah. Tersebab, politisasi agama telah menjadi semacam tren politik global. Francis Fukuyama menyebut bahwa pada abad ke-20 politik lebih banyak dilatari oleh ide-ide berbasis ideologi ekonomi. Sebaliknya, di era abad ke-21 ini, politik lebih banyak digerakkan oleh sentimen identitas, salah satunya agama. Maka dari itu, ketiga strategi di atas idealnya dipadukan dalam satu kerangka yang komprehensif.

https://jalandamai.org/melawan-politisasi-agama-yang-menjadi-embrio-ekstremisme-kekerasan.html/amp

This post was last modified on 18 Februari 2022 12:51 PM

Avatar

Kementerian Agama (Kemenag) menyatakan masjid harus menjadi pusat literasi keagamaan Islam karena kemajuan sebuah bangsa atau peradaban dapat diukur dari seberapa besar indeks literasi masyarakatnya.

"Indeks literasi atau kemampuan literasi suatu masyarakat ini berbanding lurus dengan majunya peradaban masyarakat tersebut. Masyarakat yang memiliki peradaban tinggi adalah masyarakat yang memiliki tingkat literasi yang tinggi," ujar Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Kemenag Adib dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis (17/2/2022).

Adib mengatakan masjid-masjid di Indonesia sudah saatnya memiliki perpustakaan sendiri demi membangun indeks baca masyarakat. Pasalnya, tidak mungkin sebuah peradaban yang maju tidak memiliki kualitas kemampuan literasi yang baik. Rendahnya minat baca, kata dia, akan berdampak besar di masyarakat. Masyarakat akan mudah terprovokasi oleh narasi-narasi yang tidak bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya.

Berbeda dengan mereka yang tingkat literasinya baik, yang akan menyaring terlebih dahulu informasi yang diperolehnya. "Jadi pengetahuan itu berbanding lurus dengan tingkat literasi masyarakat," kata dia.

Maka dari itu, Adib menegaskan penting untuk terus memberdayakan perpustakaan di masjid, kendati problematika yang dihadapi juga tidak sedikit. Menurutnya, pengelolaan perpustakaan masjid tidak akan sama dengan pengelolaan perpustakaan pada umumnya. Perpustakaan masjid perlu pengelolaan sumber daya manusia (SDM) yang khas. Maka pihaknya perlu menentukan kriteria-kriteria serta tata cara manajemen.

"Dengan kriteria-kriteria dan standar yang telah ditentukan, kita berharap pelayanan literasi pustaka keagamaan untuk umat menjadi maksimal. Masyarakat Muslim akan menerima layanan yang memang pas untuk mereka, mulai dari kondisi ruangan hingga manajemen waktu," kata dia.

Di satu sisi, Kemenag menilai perlunya percepatan layanan digital di perpustakaan masjid. Menurut Adib, dengan adanya digitalisasi pada perpustakaan masjid maka masyarakat akan mudah mengakses literatur-literatur keagamaan yang tidak hanya tersedia di perpustakaan masjid, tetapi di perpustakaan pada umumnya. Adib berharap melalui kemudahan akses bagi masyarakat ini bisa mengembalikan kejayaan masjid sebagai pusat peradaban.

Ia mencontohkan pada zaman keemasan Islam, keberadaan perpustakaan masjid seperti Baitul Hikmah menjadi lembaga pendidikan yang mencerahkan dan bisa menjadikan ilmuwan-ilmuwan Muslim mencapai puncak kejayaan. "Sekarang sudah era digital, maka perpustakaan masjid harus lebih efektif dalam menyediakan akses perpustakaan digital. Digitalisasi layanan selain mempermudah, juga harganya yang terjangkau, asal memiliki jaringan, maka jamaah bisa mengakses perpustakaan digital di masjid," jelas dia.

You are using an unsupported browser and things might not work as intended. Please make sure you're using the latest version of Chrome, Firefox, Safari, or Edge.
mouthporn.net